“Nir pesan makan ga?” Begitulah suara si Emak penjual lantong sayur yang biasa berkeliling dari lantai 3 sampai lantai 22 gedung Nusantara I DPR-RI. Ia tak cuma jual lontong sayur, tapi juga ada tahu isi, bakwan, kacang goreng, nasi bungkus dan tape goreng.
Biasanya, setiap pukul 09.00-10.30, jajanan si Emak sudah habis dibeli. Tapi bila tak laku, si emak terpaksa tongkrongin gedung DPR sampai sore hingga jajanannya habis terjual. Saya sudah kenal dan akrab dengan si emak sejak tahun 2010 di DPR. Kebetulan saya bekerja sebagai staf biasa di DPR-RI.
Biasanya, kalau sudah sekitar pukul 09.00 si Emak menggedor pintu dari satu ruangan keruangan yang lainnya di lantai 20, “ayoo, pada makan,.. ada lontong sayur dan nasi bungkus”, begitulah cara si Emak membujuk para pembeli di kantor.
Peminat makanan si Emak terbatas, paling yang beli para asisten angggota DPR, PNS kesekretariatan dan staf Ahli anggota. Itu pun tak semuanya, paling yang sempat beli jajanan si emak adalah yang malas ke lantai bawah, karena lumayan capek dan harganya juga mahal.
Jajanan si emak memang enak-enak rasanya. Yang paling saya suka adalah lontong sayur. Racikan lontong sayur si emak gurih dan pedasnya pas dengan lidah Timur saya. Lontongnya empuk dan terasa menyatu dengan kuah sayurnya.
Pertama kali saya membeli lontong sayur si emak, saya langsung puas. Lontong, sayur dan kuah santannya saling memadu. Apalagi dicampur dengan potongan tahu isi disiram bumbu pecal yang sudah disiapkan si emak.Di lantai 20, si emak biasanya jualan di depan pantri DPR.
Selain gurihnya lontong sayur si emak, harganya pun cocok dengan isi dompet saya dan mungkin staf yang lain, kalau satu mangkuk lontong sayur, harganya cuma Rp. 7000 perak. Begitu pun dengan tahu isinya, enak dan murah-meriah. Dengan uang Rp.2000 saja, perut sudah terasa kenyang menyesak dengan tahu isinya yang gurih dan pedas menggoda.
Hampir tiap hari si emak mengantongi hasil jajanannya sebesar Rp. 100.000-Rp. 150.000. Di balik hasil jajanannya yang pas-pasan setiap hari itu, ternyata si emak menyekolahkan anaknya yang perempuan di Jerman. Menurut si emak, anaknya dulu kuliah S1 di Universitas Indonesia (UI), dengan mengambil jurusan Sastra Jerman. Setelah itu, anaknya melanjutkan studi S2 di Jerman dengan jurusan yang sama.
Menurut nenek yang usianya hampir 70 tahun ini, banyak yang tak percaya anaknya sekolah di Jerman. Mungkin orang-orang itu berfikir, masa nenek tua, dengan hanya menjual lontong sayur, bisa menyekolahkan anaknya ke Jerman.Tapi menariknya si emak tua ini juga bisa facebook-an dengan HP LG nya, pernah saya tanya, untuk apa emak main facebook, emak bilang, dia sering komunikasi dengan anaknya pake facebook.
Pernah si emak bilang ke saya “banyak yang tak percaya Nir, kalau anak emak kuliah S2 di Jerman, tapi sudahlah biarkan saja mereka tak percaya”. Begitulah suatu waktu, si emak bercerita pada saya sambil menampakan kesedihan yang tak begitu jelas di balik urat wajahnya yang sudah keriput ketuaan.
Si Emak, tak saja menjajahkan cita rasa lontong sayur yang unik dan khas, tapi juga menginspirasikan daya juang orang-orang kecil yang ulet dan gigih. Si wanita tua yang memetik kesuksesan di balik tingginya gedung DPR, dan hiruk-pikuk intrik politik kekuasaan digedung para wakil rakyat itu. Selamat berjuang emak, terima kasih atas “lontong sayurnya”.
Sumber Artikel
Sumber Artikel
0 Response to "Inspiratif, Jual Lontong Sayur bisa Kuliahin Anak di Jerman "
Posting Komentar